Memaknai Hadis Nabi Berupa Ungkapan Jawami’ al Kalim



A.    Pendahuluan
Islam memiliki dua sumber hukum yang menjadi pedoman di dalam menjalani kehidupan. Kedua sumber hukum itu ialah al-Qur’an dan hadis. Hadis menjadi sumber hukum kedua yang digunakan setelah al-quran. Meskipun al-quran mencakup seluruh aspek kehidupan, namun karena ke-ijmalan-nya tidak mungkin dapat dipahami kecuali dengan menggunakan hadis sebagai penjelas dan perinci keijmalan al-Quran.
Bagi kaum muslimin hadis merupakan pengejawantah norma kehidupan masa lampau yakni pada masa kehidupan nabi Muhammad saw. untuk dijadikan tuntutan kehidupan duniawi pada masa sekarang.[1] Dengan demikian meski zaman terus berkembang namun nilai-nilai dan norma kehidupan tetap sama seperti pada masa Nabi Muhammad saw. masih hidup. Inilah salah satu dari tujuan memahami isi dari sebuah hadis. Isi hadis ini disebut dengan matan. Matan merupakan unsur pokok dalam suatu hadis karena dalam matan inilah terdapat pesan yang menjadi sumber hukum. Selain matan, hadis juga terdiri dari sanad dan perawi.[2]
Dalam memahami matan hadis, ada beberapa metode yang harus ditempuh, tidak hanya mengandalkan penerjemahan tekstual saja. Mengetahui konteks dan latar belakang hadis itu diucapkan merupakan metode yang dibutuhkan agar mendapatkan pemahaman sebuah hadis secara komprehensif. Beberapa metode dalam memahami matan hadis yang biasa digunakan oleh para pens-syarah hadis diantaranya tahlili dengan metode bil ma’tsur dan bir ra’yi, ijmali, dan muqaran.[3] Kajian ini juga biasa disebut kritik matan hadis.[4]Langkah-langkah yang digunakan untuk memahami hadis, sebagaimana yang pernah dipaparkan oleh Dr. Suryadi dalam perkuliahan Studi Hadis, dapat melalui tiga klasifikasi, yaitu melalui kritik historis sebagai kritik sanad hadis, kritik eidetis sebagai kritik matan hadis, dan kritik praksis sebagai aplikasi dari dua kritik sebelumnya dalam kehidupan sekarang.
Bentuk-benduk redaksi hadis pun beragam. Dilihat dari segi ungkapan bahasa macam-macam hadis terbagi menjadi jawami’ al kalim, ungkapan simbolik, bahasa tamsil, bahasa percakapan, dan ungkapan analog.[5]Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang kritik matan hadis yang berupa jawami’ al-kalim dengan menggunakan kritik eidetis dan kritik praksis.
B.     Pembahasan
Jami'ul kalim merupakan bentuk plural dari jami’ yang berarti sekumpulan adalah ungkapan yang singkat, namun padat makna. Berikut Hadits yang menunjukkan kemampuan Nabi mengemukakan Jami'ul kalim :
بعثت بجوامع الكلام) رواه البخارى ومسلم وغيرها عن أبى هريرة(
"Saya diutus (oleh Allah) dengan (kemampuan untuk menyatakan) ungkapan-ungkapan yang singkat, namun padat makna". (HR. al-Bukhori, Muslim dan lain-lain, dari Abu Hurairah)
Berdasarkan pernyataan Nabi tersebut maka tidaklah mengherankan bila banyak di jumpai matan Hadits Nabi yang berbentuk Jami' al-kalim. hal itu merupakan salah satu keutamaan yang dimiliki oleh sabda-sabda Nabi. Berikut ini dikemukakan beberapa macam matan Hadits yang berbentuk Jawami' al-kalim tersebut.
seperti hanya sabda :
الحرب خدعة) رواه البخارى ومسلم وغيرها عن جابر بن عبد الله(
"Perang adalah siasat", (Hadits riwayat al-Bukhori, Muslim, dan dari lainya, dari shahabat Jabir bin Abdillah)
Sebelum melakukan kritik matan hadis tersebut, penulis meneliti berbagai redaksi hadis yang senada dengan hadis di atas. Dari hasil penelusuran penulis dengan menggunakan program mausu’ah, penulis menemukan redaksi hadis yang senada dengan hadis di atas terdapat dalam kitab sahahih Bukhari, shahih Muslim, sunan Turmudzi, dan sunan Ahmad. Namun pada makalah ini hadis yang dijadikan objek utama dalam kritik matan adalah hadis riwayat Imam Bukhari no 2804 dalam bab al harbu khad’atun pada kitab al jihad wa al siyar yang berbunyi:
حدّثنا أبو بكر بور بن أصرام أخبرنا عبد الله أخبرنا معمر عن همام بن منبه عن أبى هريرة رضي الله عنه قال سمّى رسول الله صلى الله عليه وسلّم الحَرْبَ خَدْعَةً
Telah bercerita kepada kami Abu Bakar Buur bin Ashrom telah mengabarkan kepada kami 'Abdullah telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Hammam bin Munabbih dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Nabi Shallallahu'alaihiwasallam mengistilahkan perang adalah tipu daya.
Hadis yang senada dengan hadis di atas juga ditemukan dalam kitab shahih Bukhari:
حَدَّثَنَاعَبْدُاللَّهِبْنُمُحَمَّدٍحَدَّثَنَاعَبْدُالرَّزَّاقِأَخْبَرَنَامَعْمَرٌعَنْهَمَّامٍعَنْأَبِيهُرَيْرَةَرَضِيَاللَّهُعَنْهُعَنْالنَّبِيِّصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَقَالَهَلَكَكِسْرَىثُمَّلَايَكُونُكِسْرَىبَعْدَهُوَقَيْصَرٌلَيَهْلِكَنَّثُمَّلَايَكُونُقَيْصَرٌبَعْدَهُوَلَتُقْسَمَنَّكُنُوزُهَافِيسَبِيلِاللَّهِوَسَمَّىالْحَرْبَخَدْعَةً  (2803, 3027)
Telah bercerita kepada kami 'Abdullah bin Muhammad telah bercerita kepada kami 'Abdur Rozzaq telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Hammam dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Kisro (Raja Persia) akan hancur dan tidak akan ada lagi Kisro setelah itu. Sedangkan Qoishor (Raja Romawi) pasti akan hancur dan tidak ada lagi Qoishor setelah itu. Dan sungguh kalian akan mambagi-bagikan perbendaharaan kekayaan mereka di jalan Allah". Dan Beliau mengistilahkan perang adalah tipu daya.
حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ الْفَضْلِ أَخْبَرَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ عَمْرٍو سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَرْبُ خَدْعَةٌ (2805)




Pada kitab shahih Muslim
و حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ السَّعْدِيُّ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَاللَّفْظُ لِعَلِيٍّ وَزُهَيْرٍ قَالَ عَلِيٌّ أَخْبَرَنَا و قَالَ الْآخَرَانِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ سَمِعَ عَمْرٌو جَابِرًا يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَرْبُ خَدْعَةٌ (3273)

و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَهْمٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَرْبُ خَدْعَةٌ (3274)



Pada kitab sunan abu daud
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرًا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْحَرْبُ خُدَعَةٌ (2266)
Pada kitab sunan turmudzi
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ وَنَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ قَالَا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَرْبُ خُدْعَةٌ قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ عَلِيٍّ وَزَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ وَعَائِشَةَ وَابْنِ عَبَّاسٍ وَأَبِي هُرَيْرَةَ وَأَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ بْنِ السَّكَنِ وَكَعْبِ بْنِ مَالِكٍ وَأَنَسٍ وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ (1598)
Pada kitab musnad ahmad:
حَدَّثَنَا عَبْدُالرَّحْمَنِ عَنْ سُفْيَانُ عَنْ أَبِيْ إِسْحَاقَ عَنْ سَعِيْدٍ بْنِ ذِيْ حَدَّان حَدَّثَنِيْ مَنْ سَمِعَ عَلِيًّا رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَقُوْلُ سَمَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَرْبَ خَدْعَةً (983)



1.      Kajian eidetis
Kajian ini terdiri dari lima aspek, yakni kajian linguistik, kajian tematis komprehensif, kajian konfirmatif, analisis realitas historis, dan analisis generalisasi. Berikut hasil kajian eidetis terhadap hadis tersebut:
a.       Kajian linguistik
Dalam memahami pesan dari sebuah ungkapan dimulai dengan memahami makna bahasa yang tersurat dari ungkapan tersebut. Inilah yang disebut dengan kajian linguistik, yakni kajian dengan penggunaan prosedur-prosedur gramatikal bahasa. Dikarenakan bahasa yang digunakan dalam sumber hukum Islam kedua ini adalah bahasa Arab, maka untuk memahami pesan yang dikandung dalam hadis ini diperlukan adanya pemahaman bahasa Arab. Dengan mengetahui makna gramatikal suatu ungkapan dengan mudah memahami inti pesan dari sebuah hadis.
Ungkapan hadisالحرب خدعة merupakan jumlah ismiyah yang terdiri dari mubtada’ dan khabar atau musnad ilaih dan musnad. Susunan jumlah ini memberi keterangan bahwa mubtada’ atau musnad ilaih itu sesuatu yang penting (yang menjadi pokok bahasan).
Kata خدعة dapat dibaca dengan tiga cara, yakni خُدْعَة، خَدْعَة, dan خُدَعَة. Imam Nawawi mengatakan para ulama sepakat bahwa versi pertama lebih fasih. Adapun versi kedua tercantum dalam riwayat Al Ashili. Tsa’lab mengatakan bahwa versi pertama adalah bahasa nabi, maksudnya nabi saw. Sering sekali menggunakan pola kata pertama karena pengucapannya yang mudah skaligus memberi makna bagi dua kata yang lainnya. Kata khad’ah adalah memperdaya orang-orang yang terlibat di dalam peperangan tersebut. Al-Khaththabi berkata, “khad’ah menunjukkan satu kali kejadian memperdaya namun berakibat sangat fatal/besar” sedangkan versi ketiga adalah bentuk mubalaghah/superlatif (berlebihan dalam menggambarkan sesuatu). Kemudian Al Mundziri menukil versi keempat, yaitu “khada’ah”. Menurutnya, kata ini merupakan bentuk jamak dari kata khaadi’. Maksudnya bahwa orang-orang yang terlibat dalam peperangan berada di atas dasar sifat ini. Ibnu Hajar mengatakan bahwa Makki dan Muhammad bin Abdul Wahid menukil versi kelima, yaitu “khid’ah”. Beliau membaca yang demikian dalam tulisan tangan Mughlathai. Artinya adalah menampakkan suatu perkara yang benar dan menyembunyikan perkara yang menyalahinya.[6]
Dari segi balaghah hadis ini merupakan kalam khabari ibtidai yakni dengan menganggap keadaan mukhaththab belum tahu sama sekali tentang kalam tersebut. Sehingga tidak ada adat taukid dalam penyampaian khabar tersebut.
Dari hasil kajian hadis melalui kritik linguistik dapat disimpulkan bahwa hadis ini memiliki pesan bahwa setiap perang harus memiliki tipu daya atau muslihat. Tipu daya ini harus tepat sasaran dan harus benar-benar terencana dengan baik agar dapat mengalahkan musuh dengan tuntas. Penunjukkan jumlah ismiyah ini memberikan keterangan bahwa khabar yang yang terdapat dalah susunan tersebut merupakan salah satu unsur pokok dalam peperangan. Bukan berarti meniadakan unsur lain, seperti peralatan perang, jumlah tentara, kesiapan fisik dan psikis dalam menghadapi musuh. Hal ini menunjukkan bahwa jika perang tanpa ada muslihat atau tipu daya terhadap musuh mustahil mendapat kemenangan.
b.      Kajian tematis komprehensif
Kajian ini digunakan untuk mempertimbangkan suatu teks hadis dengan teks-teks lainnya yang memiliki tema yang relevan guna mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif. Dalam hal ini, penulis membandingkan teks hadis dengan teks hadis dalam bentuk matan hadis jawami’ul kalim sebagaimana berikut:
a.       Dalam Shahih Bukhari no. 2804, 2805, 2803, 3027pada bab jihad was sair:
حدّثنا أبو بكر بور بن أصرام أخبرنا عبد الله أخبرنا معمر عن همام بن منبه عن أبى هريرة رضي الله عنه قال سمّى رسول الله صلى الله عليه وسلّم الحَرْبَ خَدْعَةً(2804)
حَدَّثَنَاعَبْدُاللَّهِبْنُمُحَمَّدٍحَدَّثَنَاعَبْدُالرَّزَّاقِأَخْبَرَنَامَعْمَرٌعَنْهَمَّامٍعَنْأَبِيهُرَيْرَةَرَضِيَاللَّهُعَنْهُعَنْالنَّبِيِّصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَقَالَهَلَكَكِسْرَىثُمَّلَايَكُونُكِسْرَىبَعْدَهُوَقَيْصَرٌلَيَهْلِكَنَّثُمَّلَايَكُونُقَيْصَرٌبَعْدَهُوَلَتُقْسَمَنَّكُنُوزُهَافِيسَبِيلِاللَّهِوَسَمَّىالْحَرْبَخَدْعَةً  (2803, 3027)
حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ الْفَضْلِ أَخْبَرَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ عَمْرٍو سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَرْبُ خَدْعَةٌ (2805)

b.      Dalam Shahih Muslimno. 3273 dan 3274 pada bab jawazul khida’ fil harb:
وحَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ السَّعْدِيُّ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَاللَّفْظُ لِعَلِيٍّ وَزُهَيْرٍ قَالَ عَلِيٌّ أَخْبَرَنَا و قَالَ الْآخَرَانِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ سَمِعَ عَمْرٌو جَابِرًا يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَرْبُ خَدْعَةٌ (3273)

وحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَهْمٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَرْبُ خَدْعَةٌ (3274)

c.       Dalam kitab Sunan Tirmidzi no. 1598pada babrushikhal kidzb wal khida’ fi al harb
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ وَنَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ قَالَا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَرْبُ خُدْعَةٌ قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ عَلِيٍّ وَزَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ وَعَائِشَةَ وَابْنِ عَبَّاسٍ وَأَبِي هُرَيْرَةَ وَأَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ بْنِ السَّكَنِ وَكَعْبِ بْنِ مَالِكٍ وَأَنَسٍ وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ (1598)
d.      Dalam kitab Sunan Abu Daud no. 2266:
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرًا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْحَرْبُ خُدَعَةٌ (2266)
e.       Dalam kitab Musnad Ahmad no. 983, 7764
حَدَّثَنَا عَبْدُالرَّحْمَنِ عَنْ سُفْيَانُ عَنْ أَبِيْ إِسْحَاقَ عَنْ سَعِيْدٍ بْنِ ذِيْ حَدَّان حَدَّثَنِيْ مَنْ سَمِعَ عَلِيًّا رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَقُوْلُ سَمَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَرْبَ خَدْعَةً (983)
حَدَّثَنَا يَحْيَ بْنُ آدّمَ حَدَّثَنَا ابْنُ مُبَارَك عَنْ مَعْمَرٍعَنْهَمَّامٍبْنِ مُنَبِّه عَنْأَبِيهُرَيْرَةَرَضِيَاللَّهُعَنْهُعَنْالنَّبِيِّصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَ أَنَّهُ سَمَّىالْحَرْبَخَدْعَةً (7764)
Dari uraian hadis-hadis senada di atas, dapat disimpulkan bahwa seluruh hadis yang senada dari segi matan tidak ada perbedaan dari segi makna, hanya saja terdapat perbedaan dari segi gramatika dan sanadnya saja. Hadis yang lebih lengkap diriwayatkan oleh Bukhari yang menceritakan tentang dua kerajaan besar pada saat itu, yakni Roma (قيصر) dan Persia (كسرى).
Dan kualitas dari hadis ini sebagaimana dikategorikan dalam kitab al-Tirmizi adalah hasan shahih.
c.       Kajian konfirmatif
Kajian ini guna mengkonfirmasikan makna hadis dengan petunjuk-petunjuk al-Qur’an. Dalam hal ini, sehubungan dengan hadis Bukhari no 2804, penulis mencoba menkonfirmasikan hadis tersebut dengan ayat al-Qur’an surat an-Nisa ayat 81 dan surat Ali Imran ayat 28 sebagaimana berikut:
a.       Annisa 81
وَيَقُولُونَطَاعَةٌفَإِذَابَرَزُوامِنْعِنْدِكَبَيَّتَطَائِفَةٌمِنْهُمْغَيْرَالَّذِيتَقُولُوَاللَّهُيَكْتُبُمَايُبَيِّتُونَفَأَعْرِضْعَنْهُمْوَتَوَكَّلْعَلَىاللَّهِوَكَفَىبِاللَّهِوَكِيلا (٨١)
“dan mereka (orang-orang munafik) mengatakan: "(Kewajiban Kami hanyalah) taat". tetapi apabila mereka telah pergi dari sisimu, sebahagian dari mereka mengatur siasat di malam hari (mengambil keputusan) lain dari yang telah mereka katakan tadi. Allah menulis siasat yang mereka atur di malam hari itu, Maka berpalinglah kamu dari mereka dan tawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi Pelindung.”
Dari ayat ini dapat diketahui bahwa kaum munafiq melakukan tipu daya untuk menyerang kaum muslim, akan tetapi Allah lebih mampu untuk itu dan memerintahkan kita untuk hati-hati (berpaling) jangan sampai terkecoh dengan tipu daya yang mereka buat.
b.      Ali imran 28
لايَتَّخِذِالْمُؤْمِنُونَالْكَافِرِينَأَوْلِيَاءَمِنْدُونِالْمُؤْمِنِينَوَمَنْيَفْعَلْذَلِكَفَلَيْسَمِنَاللَّهِفِيشَيْءٍإِلاأَنْتَتَّقُوامِنْهُمْتُقَاةًوَيُحَذِّرُكُمُاللَّهُنَفْسَهُوَإِلَىاللَّهِالْمَصِيرُ (٢٨)
“janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya kepada Allah kembali (mu).”
Ayat ini menerangkan bahwa dalam melawan/memerangi orang-orang kafir kita boleh melakukan tipu daya dengan berpura-pura menjadikan mereka sebagai teman atau meminta mereka untuk menjadi pelindung kita agar kita selamat dari ancaman mereka. Akan tetapi jangan sampai keimanan kita kepada Allah berubah.
d.      Analisis realitas historis
Diriwayatkan oleh Aisyah bahwa Nu’aim bin Mas’ud berkata: “Ya Nabiyallah, aku masuk Islam namun kaumku tidak mengetahui keislamanku. Perintahkan kepadaku apa yang engkau inginkan” Rasullullah saw. bersabda: “Engkau sekarang telah menyatu dengan kami, tipulah mereka sebab perang itu adalah muslihat”. Hal ini terjadi ketika perang Khandak.[7]Perang tersebut merupakan perang yang sangat ditakuti oleh kaum muslimin dengan banyaknya jumlah para musuh yang ingin menyerang mereka dan sedikitnya jumlah kaum muslimin.
Pada saat itu terjadi banyak sekali pengkhianatan dari pihak musuh. Saat kaum muslimin hanya bisa pasrah dan bersabar seraya mengharap pertolongan Allah, datanglah Nu’aim bin Mas’ud yang menceritakan bahwa keislamannya belum diketahui oleh kaumnya. Lalu Rasul saw. bersabda: “engkaulah satu-satunya orang diantara kami, karena itu buatlah tipu daya terhadap mereka semampumu, karena sesungguhnya perang itu adalah tipu daya.”
Akhirnya, Nu’aim berhasil menciptakan kamuflase untuk mengadu domba pihak musuh yang terdiri dari bani Quraizah dan bani Ghatafan. Sejak saat itu, pihak musuh mulai terpecah dan saling mencurigai, akhirnya mereka ragu-ragu dan mulai melemah semangatnya untuk berperang.[8]Kisah ini memberikan ibrah bahwa sesungguhnya perang itu kamuflase dan tipu daya, perang psikologis juga memiliki pengaruh yang sangat efektif dalam peperangan fisik.
e.       Analisis generalisasi
Dalam analisis ini penulis mencoba mengungkap makna universal dari hadis yang berupa ungkapan jawami’ al kalim ini. Hadis ini menyatakan bahwa setiap perang harus memiliki tipu daya atau strategi untuk memenangkan peperangan. Jika tidak demikian maka pihak musuh akan dengan mudah menaklukkan kita. Hadis ini juga memberikan isyarat bahwa Nabi saw. memiliki keinginan besar agar umatnya menang atas musuh-musuh Islam. Membuat tipu daya terhadap orang-orang kafir termasuk hal yang dianjurkan oleh Nabi, akan tetapi hal tersebut menjadi dosa besar apabila dilakukan terhadap sesama muslim.
Anjuran berhati-hati dalam perang puntersirat dalam hadis ini. Barang siapa yang tidak memperhatikan masalah ini maka dikhawatirkan akan terperangkap dalam muslihat musuh.
Pada hadis ini juga terdapat anjuran menggunakan akal dan siasat dalam peperangan, bahkan menjadi kebutuhan pokok dari pada keberanian untuk melawan musuh. Jika terdapat keberanian, namun tidak merancang siasat dalam berperang maka tidak akan berhasil sebagaimana yang diharapkan. “Kejahatan yang terorganisir lebih baik dari pada kebaikan yang tidak terorganisir”.
Tipu daya memiliki banyak seni yang diketahui oleh orang-orang yang sudah ahli, seperti teknik kamuflase dalam kisah perang khandaq di atas, tipuan-tipuan perang, berbohong, ightiyal (membunuh diam-diam/ menyergap) dan griliya/sirriyah. Semua ini dilakukan untuk menyelamatkan diri dan umat Islam dari serangan musuh yakni kaum kafir baik dengan perang secara fisik maupun psikis.

2.      Kritik praksis
Dalam wikipedia pun juga KBBI perang adalah sebuah aksi fisik dan non fisik (dalam arti sempit, adalah kondisi permusuhan dengan menggunakan kekerasan) antara dua atau lebihkelompok manusia untuk melakukan dominasi di wilayah yang dipertentangkan. Perang secara purba dimaknai sebagai pertikaian bersenjata dengan kekerasan. Di era modern, perang lebih mengarah pada superioritas teknologi dan industri. Namun kata perang tidak lagi berperan sebagai kata kerja, namun sudah mengalami penggerseran makna pada kata sifat. Yang mempopulerkan hal ini adalah para jurnalis, sehingga lambat laun pergeseran ini mendapatkan posisinya, namun secara umum perang berarti pertentangan.[9]
Hadis tentang “perang itu adalah tipu daya” tidak hanya diterapkan dalam perang saja, akan tetapi bagi siapapun yang ingin mendapat kemenangan dalam hal apapun, atau ingin berbeda dari yang lain haruslah memiliki strategi. Namun yang perlu diingat, dalam strategi ini tidak boleh melakukan keburukan atau kejahatan terhadap sesama muslim. Berbohong dan membuat tipu daya dan khianat itu hanya boleh untuk menyelamatkan umat Islam dari orang kafir yang memerangi mereka. Sehingga penerapan strategi berlaku pada semua aspek kehidupan demi terciptanya perbaikan-perbaikan dalam hidup di dunia dan akherat.
Dari hasil kritik eidetis di atas, penulis mencoba melakukan kritik praksis dengan menganalogkan makna hadis di atas dengan peristiwa yang ada saat ini. Penulis mengangkat perang melawan korupsi. Jelas di sini terdapat perbedaan dengan kata perang manusia vs manusia. Memang, korupsi bukanlah manusia, ini merupakan suatu sikap atau perilaku manusia yang memiliki sifat tercela dan hati yang kotor. Sebagaimana Nabi saw. menegaskan bahwa jihad/perang paling besar adalah perang melawan hawa nafsu.
Dalam kaitannya dengan hadis di atas, penulis mengutip berita dari http://poskotanews.com, yang memberitakan tentang Menko Kesra yang menyatakan perang terhadap korupsi. Strategi yang ia canangkan berupa pembangunan zona integritas menuju wilayah bebas korupsi di lingkungan kemenko kesra. Selain itu juga seluruh pegawai sudah menandatangani pakta integritas dengan menuntut semua pihak untuk berperan serta secara proaktif dalam upaya dalam pencegahan dan pemberantasan kkn, juga bersikap jujur, transparan, objektif, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas. Inilah beberapa strategi yang direncanakan oleh Menko Kesra.
Akan tetapi perang melawan korupsi ini bukanlah hal yang mudah, karena penyakit ini akan terus menyebar ke setiap individu, siapapun itu, jika tidak ada pencegahan dari masing-masing individu. Sehingga dapat dikatakan bahwa setiap individu harus memerangi nafsu dirinya sendiri. Nafsu inilah yang menjadi musuh nyata yang harus selalu diperangi karena nafsu terus menerus memerintah keburukan kecuali yang dirahmati Allah.
C.    Penutup
Dari paparan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam memahami hadis berupa ungkapan jawami’ al kalim haruslah melihat bagaimana kondisi atau latar belakang hadis itu muncul. Dilihat dari segi kebahasaan yang padat dan singkat namun mengandung arti yang sangat mendalam, hadis jawami’ al kalim ini dapat dipahami melalui gramatika susunan kalimatnya, dengan demikian ada unsur pokok yang menjadi pesan utama dari ungkapan singkat tersebut. Hadis “perang adalah tipu daya” mengandung banyak fungsi selain menunjukkan bahwa unsur pokok dalam peperangan adalah strategi, juga hadis ini menunjukkan bahwa kaum muslim harus menang di setiap pertempuran dengan kaum non muslim. Kata perang tidak hanya dimaknai dengan adu senjata, fisik dan kekerasan saja, akan tetapi pada segala aspek kehidupan selalu ada perang atau pertarungan antara muslin dan non muslim, antara kebaikan dan kejahatan, antara hak dan bathil. Jika tidak ingin dikalahkan, maka harus mengalahkan. Salah satu cara untuk mengalahkan lawan tentunya dengan membuat strategi.

REFERENSI
Ad-Damsyiqi, Ibnu Hamzzah Al-Husaini Al-Hanafi. Asbabul Wurud, pent. Suwarta & Zafrullah. Jakarta: Kalam Mulia, 2006.
Al Qasthalani, Abi Al Abbas Shihabuddin Ahmad Ibn Ahmad. Irsyadus Sari Syarhi al Bukhari. Beirut: Dar Al Fikr, 1304.
Atsir, Ibnu.An Nihayah Fi Garib Al Hadis Wa Al Atsar, jil. 2. Beirut: Dar Al Fikr, 1963.
Mandzur, Ibnu. Lisan al-Arab. Beirut: Dar aL-Ma’arif, Tt.
Mustaqim, Abdul.Paradigma Integrasi-Interkoneksi dalam Memahami Hadis. Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2008.
Suryadi & Muhammad Alfatih S, Metodologi Penelitian Hadis. Yogyakarta: Teras, 2009.
Suryadi, dalam pengantar kuliah Studi Quran Hadis, IBA-Pasca sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013.
Suryadilaga,Muhammad Alfatih.Metodologi Syarah Hadis. Yogyakarta: Suka Press, 2012.




[1]Abdul Mustaqim, Paradigma Integrasi-Interkoneksi dalam Memahami Hadis (Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2008), 29.
[2]Suryadi & Muhammad Alfatih S, Metodologi Penelitian Hadis (Yogyakarta: Teras, 2009), 18.
[3]Muhammad Alfatih Suryadilaga, Metodologi Syarah Hadis (Yogyakarta: Suka Press, 2012), 47.
[4]Suryadi & Muhammad Alfatih S, Metodologi Penelitian Hadis, 5.
[5]Suryadi, dalam pengantar kuliah Studi Quran Hadis, IBA-Pasca sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013.
[6] Ibnu Atsir, An Nihayah Fi Garib Al Hadis Wa Al Atsar, jil. 2 (Beirut: Dar Al Fikr, 1963), 14. Lihat juga Abi Al Abbas Shihabuddin Ahmad Ibn Ahmad Al Qasthalani, Irsyadus Sari Syarhi al Bukhari (Beirut: Dar Al Fikr, 1304), 306.Lihat juga Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab (Beirut: Dar aL-Ma’arif,tt), 1112. Dikutip juga dari http://uemamarifin.blogspot.com/2012/12/perang-adalah-tipu-daya.html?m=1 diakses pada tanggal 23/4/13.
[7] Ibnu Hamzzah Al-Husaini Al-Hanafi Ad-Damsyiqi, Asbabul Wurud, pent. Suwarta & Zafrullah (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), 311. Ibnu Abu Syaibah meriwayatkan dengan panjang dalam “Al-Mushannaf” dan Ibnu Jarir di dalam “Tahdzibul Atsar”.
[9] Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/perang diakses tanggal 23/4/13

0 comments:

Copyright © 2013 hanifa ilayya and Blogger Templates - Anime OST.